-20%
Bersamamu di Jalan Dakwah Berliku
Rp 48.000
Rp 60.000
Bersamamu di Jalan Dakwah Berliku
“Kita lebih berhajat pada sedikit adab,” ujar Imam ’Abdullah ibn Al-Mubarak, “daripada berbanyak pengetahuan.” Demikianlah di kala lain beliau menyatakan bahwa dirinya memerlukan waktu 30 tahun untuk belajar adab, ditambah 20 tahun untuk belajar ilmu. “Adapun ilmu yang kuhimpun dari seluruh penjuru raya selama dwidasawarsa,” simpulnya, “sama sekali tak bernilai tanpa adab yang kulatihkan sebelumnya.”
“Maka pada guru yang sebenar berilmu,” begitu ditulis Ibn ’Athaillah, “kan kaureguk adab yang tak disediakan oleh buku-buku.” Demikianlah dikisahkan Harun ibn ’Abdillah tentang majelis Imam Ahmad yang dihadiri lima ribu orang. “Yang membawa kertas dan pena untuk mencatat hadits hanya lima ratus dari mereka,” kisahnya, “yang lain memperhatikan seluruh diri dan gerak-gerik Imam Ahmad untuk meneladani adab dan menyimak akhlaq.”
Yang mempelangikan perbedaan pemahaman menjadi lapis-lapis keberkahan adalah adab.
Para da’i “di atas ilmu yang jernih” amat menginsyafi, bahwa sudah selaiknya ilmu mengangkat adab diri ke ufuk tinggi, lalu mempertautkan jiwa-jiwa mereka dalam kerendahan hati, betapa pun ada perbedaan yang tiada dapat dipaksa untuk satu sehati.
Moga Allah ridhai mereka semua; yang luas ilmunya, dalam fikihnya, lapang dadanya, indah adabnya, dan jelita akhlaqnya. Moga kita dimampukan meneladaninya. Hari ini di jalan dakwah, kita dan mereka bagai bumi dan langit dalam ilmu. Maka dalam adab dan akhlaq, mari mengupayakan jadi cermin pemantul para mentari itu. Ya Allah, kami memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu, dan cinta kepada segala yang mendekatkan kami pada cinta-Mu.
“Kita lebih berhajat pada sedikit adab,” ujar Imam ’Abdullah ibn Al-Mubarak, “daripada berbanyak pengetahuan.” Demikianlah di kala lain beliau menyatakan bahwa dirinya memerlukan waktu 30 tahun untuk belajar adab, ditambah 20 tahun untuk belajar ilmu. “Adapun ilmu yang kuhimpun dari seluruh penjuru raya selama dwidasawarsa,” simpulnya, “sama sekali tak bernilai tanpa adab yang kulatihkan sebelumnya.”
“Maka pada guru yang sebenar berilmu,” begitu ditulis Ibn ’Athaillah, “kan kaureguk adab yang tak disediakan oleh buku-buku.” Demikianlah dikisahkan Harun ibn ’Abdillah tentang majelis Imam Ahmad yang dihadiri lima ribu orang. “Yang membawa kertas dan pena untuk mencatat hadits hanya lima ratus dari mereka,” kisahnya, “yang lain memperhatikan seluruh diri dan gerak-gerik Imam Ahmad untuk meneladani adab dan menyimak akhlaq.”
Yang mempelangikan perbedaan pemahaman menjadi lapis-lapis keberkahan adalah adab.
Para da’i “di atas ilmu yang jernih” amat menginsyafi, bahwa sudah selaiknya ilmu mengangkat adab diri ke ufuk tinggi, lalu mempertautkan jiwa-jiwa mereka dalam kerendahan hati, betapa pun ada perbedaan yang tiada dapat dipaksa untuk satu sehati.
Moga Allah ridhai mereka semua; yang luas ilmunya, dalam fikihnya, lapang dadanya, indah adabnya, dan jelita akhlaqnya. Moga kita dimampukan meneladaninya. Hari ini di jalan dakwah, kita dan mereka bagai bumi dan langit dalam ilmu. Maka dalam adab dan akhlaq, mari mengupayakan jadi cermin pemantul para mentari itu. Ya Allah, kami memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu, dan cinta kepada segala yang mendekatkan kami pada cinta-Mu.
Detail Produk | |
Penulis | Salim A. Fillah |
Tebal | 256 halaman |
Dimensi | 14 x 20 cm |
Berat | 204 gram |
Tahun | 2016 |
ISBN | 978-602-7820-59-3 |